Teori Kepribadian Sehat Humanistik
1. Aliran
Humanistik
Istilah psikologi humanistik
(Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada
awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam
mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual
dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan
behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a
third force) karena humanistik muncul sebagai kritik terhadap pandangan tentang
manusia yang mekanistik ala behaviorisme dan pesimistik ala psikoanalisa.
Menurut aliran humanistik
kepribadian yang sehat, individu dituntut untuk mengembangkan potensi yang
terdapat didalam dirinya sendiri. Bukan saja mengandalakan
pengalaman-pengalaman yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk
belajar mengenai suatu pola mengenai yang baik dan benar sehingga menghasilkan
respon individu yang bersifat pasif.
Ciri dari kepribadian sehat adalah
mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan atau individu yang
terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu. Aktualisasi diri adalah
mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap individu, karena setiap
individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk menimbang-nimbang segala
sesuatu yang menjadi kebutuhannya.
Kepribadian yang sehat menurut
humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1) Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
1) Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2) Mencoba hal-hal baru ketimbang
bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih memperhatikan perasaan diri
dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas, atau
mayoritas.
4) Jujur; menghindari kepura-puraan
dalam “bersandiwara”.
5) Siap menjadi orang yang tidak
popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6) Memikul tanggung jawab.
7) Bekerja keras untuk apa saja yang
ingin dilakukan.
2. Pendapat Allport
Allport ingin menghilangkan
kontradiksi-kontradiksi dan kekaburan-kekaburan yang terkandung dalam
pembicaraan-pembicaraan tentang “diri” dengan membuang kata itu dan
menggantikannya dengan suatu kata lain yang akan membedakan konsepnya tentang
“diri” dari semua konsep lain. Istilah yang dipilihnya adalah proprium dan
dapat didefinisikan dengan memikirkan bentuk sifat “propriate” seperti dalam
kata “appropriate”.
Proprium menunjuk kepada sesuatu yang dimiliki seseorang atau
unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium (self)
terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi
seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik.
Allport menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui”.
Proprium berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi
melalui tujuh tingkat “diri”. Apabila semua segi perkembangan telah muncul
sepenuhnya, maka segi-segi tersebut dipersatukan dalam suatu konsep proprium.
Jadi proprium adalah susunan dari tujuh tingkat “diri” ini.
Munculnya proprium merupakan suatu prasyarat untuk suatu
kepribadian yang sehat.
“Diri” jasmaniah.
Kita tidak dilahirkan dengan suatu
perasaan tentang diri. Bayi itdak dapat membedakan antara diri (“saya”) dan
dunia sekitarnya. Kira-kira pada usia 15 bulan, maka muncullah tingkat pertama
perkembangan proprium diri jasmaniah. Kesadaran akan “saya
jasmaniah” misalnya bayi membedakan antara jari-jarinya dan sebuah benda yang
dipegang dalam jari-jarinya.
Identitas diri.
Pada tingkat kedua perkembangan, muncullah
perasaan identitas diri. Anak mulai sadar akan identitasnya
yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah. Anak mempelajari namanya,
menyadari bahwa bayangan dalam cermin adalah bayangan yang sama seperti yang
dilihatnya kemarin, dan percaya bahwa perasaan tentang “saya” atau “diri” tetap
bertahan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman yang berubah-ubah.
Harga diri.
Tingkat ketiga dalam perkembangan
proprium ialah timbulnyaharga diri. Hal ini menyangkut perasaan
bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan benda-benda atas
usahanya sendiri. Allport percaya bahwa hal ini merupakan suatu tingkat
perkembangan yang menentukan, apabila orang tua menghalangi kebutuhan anak
untuk menyelidiki maka perasaan harga diri yang timbul dapat dirusakkan.
Akibatnya dapat timbul perasaan dihina dan marah.
Perluasan diri (self extension).
Tingkat perkembangan diri berikutnya
adalah perluasan diri, mulai sekitar usia 4 tahun. Anak sudah mulai menyadari
orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya dan fakta bahwa beberapa
diantaranya adalah milik anak tersebut. Anak berbicara tentang “kepunyaanku”,
ini adlah permulaan dari kemampuan orang untuk memperluas dirinya, untuk
memasukkan tidak hanya benda-benda tetapi juga abstraksi-abstraksi,
nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan.
Gambaran diri.
Gambaran diri berkembang pada tingkat berikutnya. Hal ini menunjukkan
bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatnya tentang dirinya. Gambaran ini
berkembang dari interaksi-interaksi antara orangtua dan anak. Lewat pujian dan
hukuman anak belajar bahwa orangtuanya mengharapkan supaya menampilkan tingkah
laku-tingkah laku tertentu dan manjauhi itngkah laku-tingkah laku lain. Dengan
mempelajari harapan-harapan orangtua, anak mengembangkan dasar untuk suatu
perasaan tanggung jawab moral serta untuk perumusan tentang tujuan-tujuan dan
intensi-intensi.
Diri sebagai pelaku rasional.
Setelah anak mulai sekolah, diri
sebagai pelaku rasional mulai timbul. Aturan-aturan dan
harapan-harapan baru dipelajari dari guru-guru dan teman-teman sekolah serta
hal yang lebih penting ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan
tantangan-tantangan intelektual. Anak belajat bahwa dia dapat memecahkan
masalah-masalah dengan menggunakan proses-proses yang logis dan rasional.
Perjuangan proprium (propriate
striving).
Dalam masa adolesensi, perjuangan proprium
(propriate striving), tingkat terakhir tingkat terakhir dalam perkembangan
diri (selfhood) timbul. Allport percaya bahwa masa adolesensi merupakan suatu
masa yang sangat menentukan. Orang sibuk dalam mencari identitas diri yang
baru, segi yang sangat penting dari pencarian identitas ini adalah definisi
suatu tujuan hidup. Pentingnya pencarian ini yakni untuk pertama kalinya orang
memperhatikan masa depan, tujuan-tujuan dan impian-impian jangka panjang.
Perkembangan dari daya dorong
kedepan, intensi-intensi, aspirasi-aspirasi, dan harapan-harapan orang itu
mendorong kepribadian yang matang. “sasaran-sasaran yang menentukan” ini dalam
pandangan Allport sangat penting untuk kepribadian sehat.
Tujuh tingkat diri atau proprium ini
berkembang dari masa bayi sampai masa adolesensi. Suatu kegagalan atau kekecewaan
yang hebat pada setiap tingkat melumpuhkan penampilan tingkat-tingkat
berikutnya serta menghambat integrasi harmonis dari tignkat-tingkat itu
dalam proprium. Dengan demikian pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan kepribadian yang sehat.
7 Kriteria Kematangan
Tujuh criteria kematangan ini
merupakan pandangan-pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari
kepribadian sehat.
1). Perluasan Perasaan Diri
Ketika diri berkembang, maka diri
itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula diri berpusat hanya
pada individu kemudian diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan citi-cita
yang abstrak. Orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh. Allport
menamakan hal ini “pertisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa
suasana yang penting dari usaha manusia”. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas.
Menurut Allport, suatu aktivitas
harus relevan dan penting bagi diri; harus berarti sesuatu bagi orang itu.
Apabila anda mengerjakan suatu pekerjaan karena anda percaya bahwa pekerjaan
itu penting, menantang kemampuan, membuat anda merasa enak, maka anda merupakan
seorang partisipan otentik dalam pekerjaan itu. Aktivitas itu lebih berarti
daripada pendapatan yang diperoleh dan memuaskan kebutuhan-kebuthan lain juga.
Semakin seseorang terlibat
sepenuhnya dengan berbagai aktivitas atau orang atau ide, maka ia semakin sehat
secara psikologis. Diri menjadi tertanam dalam aktivitas-aktivitas yang penuh
arti dan menjadi perluasan perasaan diri.
2). Hubungan Diri yang Hangat dengan
Orang-orang Lain
Allport membedakan dua macam
kehangatan dalam hubungan dengan orang-orang lain: kapasitas untuk keintiman
dan kapasitas untuk perasaan terharu.
Orang yang sehat secara psikologis
mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orangtua, anak, partner, teman
akrab. Apa yang dihasilkan oleh kapasitas untuk keintiman ini adalah suatu
perasaan perluasan diri yang berkembang baik, syarat lain bagi kapasitas
keintiman adalah suatu perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.
Ada perbedaan antara hubungan
cinta dari orang yang neurotis dengan hubungan cinta dari
kepribadian-kepribadian yang sehat. Orang-orang yang neurotis harus menerima
cinta jauh lebih banyak daripada kemampuan mereka untuk memberinya. Apabila
mereka membari cinta, maka cinta itu diberikan dengan syarat-syarat dan
kewajiban-kewajiban yang bersifat timbal balik. Cinta dari orang yang sehat
adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan, atau mengikat.
Perasaan terharu, tipe kehangatan
yang kedua adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan
kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat memiliki kapasitas untuk
memahami kesakitan-kesakitan, penderitaan-penderitaan, ketakutan-ketakutan, dan
kegagalan-kegagalan yang merupakan cirri kehidupan manusia. Empati ini timbul
melalui “perluasan imajinatif” dan perasaan orang sendiri terhadap kemanusiaan
pada umumnya.
Sebagai hasil dari kapasitas
perasaan terharu, kepribadian yang matang sabar terhadap tingkah laku
orang-orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Orang yang sehat
menerima kelemahan-kelemahan manusia, dan mengetahui bahwa dia memiliki
kelemahan-kelemahan yang sama. Akan tetapi, orang yang neurotis tidak sabar dan
tidak mampu memahami sifat universal dari pengalaman-pengalaman dasar manusia.
3). Keamanan Emosional
Kepribadian-kepribadian yang sehat
juga mampu menerima emosi-emosi manusia. Kepribadian-kepribadian yang sehat
mengontrol emosi-emosi mereka, sehingga emosi-emosi ini tidak mengganggu
aktivitas-aktivitas antarpribadi, emosi-emosi diarahkan kembali ke dalam
saluran-saluran yang lebih konstruktif. Akan tetapi orang-orang yang neurotis
menyerah pada emosi apa saja yang dominant pada saat itu, berkali-kali
memperlihatkan kemarahan atau kebencian.
Kualitas lain dari keamanan
emosional ialah apa yang disebut Allport “sabar terhadap kekecewaan”.
Orang-orang yang sehat sabar menghadapi kemunduran-kemunduran, tidak menyerah
diri kepada kekecewaan, tetapi mampu memikiran cara-cara yang berbeda, yang
kurang menimbulkan kekecewaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama atau
tujuan-tujuan substitusi.
4). Persepsi Realistis
Orang-orang yang sehat memandang
dunia mereka secara objektif. Sebaliknya, orang-orang yang neurotis kerapkali
harus mengubah realitas supaya membuatnya sesuai dengan keinginan-keinginan,
kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan mereka sendiri. Orang-orang yang
sehat tidak perlu percaya bahwa orang-orang lain atau situasi-situasi
semuanya jahat atau semuanya baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap
realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.
5). Keterampilan-keterampilan dan
Tugas-tugas
Keberhasilan dalam pekerjaan
menunjukkan perkembangan keterampilan-keterampilan dan bakat-bakat tertentu,
suatu tingkat kemampuan. Kita harus menggunakan keterampilan-keterampilan itu
secara ikhlas, antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya dalam
pekerjaan kita.
Allport mengemukakan bahwa ada
kemungkinan orang-orang yang memiliki keterampilan-keterampilan menjadi
neurotis, akan tetapi tidak mungkin menemukan orang-orang yang sehat dan matang
yang tidak mengarahkan keterampilan mereka pada pekerjaan mereka. Allport
mengutip apa yang dikatakan Harvey Cushing, ahli badah otak yang terkenal,
“satu-satunya cara untuk melangsungkan kehidupan adalah menyelesaikan suatu
tugas”.
Pekerjaan dan tanggung jawab
memberikan arti dan perasaan kontinuitis untuk hidup. Tidak mungkin mencapai
kematangan dan kesehatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang
penting melakukannya dengan dedikasi, komotmen, dan keterampilan-keterampilan.
6). Pemahaman Diri
Kepribadian yang sehat mencapai
suatu tingkat pemahaman diri yang lebih tinggi daripada orang-orang yang
neurotis. Orang yang sehat terbuka pada pendapat orang-orang lain dalam
merumuskan suatu gambaran diri yang objektif.
Orang yang memilii suatu tingkat
pemahaman diri (self objectification) yang tinggi atau wawasan diri
tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif kepada
orang lain. Allport juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki wawasan diri
yang lebih baik adalah lebih cerdas daripada orang yang memiliki wawasan diri
yang kurang.
7). Filsafah Hidup yang
Mempersatukan
Bagi Allport rupanya mustahil
memiliki suatu kepribadian yang sehat tanpa aspirasi-aspirasi dan arah ke masa
depan. Allport menekankan bahwa nilai-nilai (bersama dengan tujuan-tujuan)
adalah sangat penting bagi perkembangan suatu filsafat hidup yang
mempersatukan.
Memiliki nilai-nilai yang kuat,
jelas memisahkan orang yag sehat dari orang yang neurotis. Orang yang neurotis
tidak memiliki nilai-nilai atau hanya memiliki nilai-nilai yang terpecah-pecah
dan bersifat sementara sehingga tidak cukup kuat untuk mengikat atau
mempersatukan semua segi kehidupan.
Suara hati juga ikut berperan dalam
suatu filsafat hidup yang mempersatukan. Suara hati yang tidak matang atau
neurotis sama seperti suara hati kanak-kanak, yang patuh, membudak, penuh
dengan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan yang dibawa dari masa
kanak-kanak ke dalam masa dewasa. Sedangkan suara hati yang matang adalah suatu
perasaan kewajiban dan tangggung jawab kepada diri sendiri dan orang lain.
3. Pendapat Rogers
a.
Perkembangan
Kepribadian “Self”
Self atau self concept adalah konsep
menyeluruh yang terorganisir mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku
dan membedakan aku dari yang bukan aku. Self concept menggambarkan
konsep orang mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi
bagian dari dirinya, pandangan diri dalam berbagai perannya dalam kehidupan dan
dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal.
Konsep pokok dari teori kepribadian
Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan
struktur kepribadian yang sebenarnya. Carl Rogers mendeskripsikan the
self atau self-structure sebagai sebuah konstruk yang menunjukan
bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self ini dibagi 2 yaitu :
Real Self adalah keadaan diri
individu saat ini.
Ideal Self adalah keadaan diri
individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin
dicapai oleh individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah
bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen/ sebidang. Artinya ada
saat dimana self berada pada keadaan inkongruen, kongruensi self
ditentukan oleh kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang kongruen
adalah yang mampu untuk menyamakan antara interpretasi dan persepsi “self I”
dan “self me” sesuai dengan realitas dan interpretasi self yang lain.
Semakin lebar jarak antara keduanya, semakin lebar ketidaksebidangan ini.
Semakin besar ketidaksebidangan, maka semakin besar pula penderitaan yang
dirasakan dan jika tidak mampu maka akan terjadi ingkongruensi atau
mal-adjustment atau neurosis. Misalkan anda memiliki ideal selfsebagai
orang yang memiliki bentuk tubuh ideal serta memiliki prestasi yang tinggi
dibanding teman –teman anda, tetapi nyatanya real self anda
adalah orang yang tidak memiliki bentuk tubuh yang ideal serta prestasi anda
adalah rata-rata dengan teman-teman anda maka akan ada kesenjangan antara real
self dan ideal self yang dapat menimbulkan kecemasan.
Bila seseorang, antara “self
concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka hubungan itu
disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak
cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti merasa
terancam, cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri
orang yang mengalami sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan
Juntika (2010:145) disebutkan sebagai berikut :
- Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
- Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
- Mampu menggunakan semua pengalaman
- Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person).
Bagian dari medan fenomenal yang
terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar
atas diri sendiri.
Berkembang dari interaksi dengan
lingkungan
Individu berperilaku dengan cara
yang selaras/ konsisten dengan self
Pengalaman yang tidak selaras dengan
self dianggap sebagai ancaman
Self mungkin berubah sebagai hasil
dari maturation dan proses belajar
b.
Peranan
Positive Regard Dalam Pembentukan Kepribadian
Setiap manusia memiliki kebutuhan
dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari
orang lain (warmth, liking, respect, sympathy & acceptance, love &
affection). Kebutuhan ini disebut need for positive regard. Positive
regard terbagi menjadi 2 yaitu:
Conditional positive regard (bersyarat) Conditional positive regard atau
penghargaan positif bersyarat misalnya kebanyakan orang tua memuji,
menghormati, dan mencintai anak dengan bersyarat,yaitu sejauh anak itu berpikir
dan bertingkah laku seperti dikehendaki orangtua.
Unconditional positive regard (tak bersyarat). Unconditional positive regard disini
anak tanpa syarat apapun dihargai dan diterima sepenuhnya.
Rogers menggambarkan pribadi yang
berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa
syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri
sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun
cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan. Setelah self dan organism bisa
menjadi suatu kesatuan yang baik, namun ketika ia masuk ke lingkungan sosial
luar yang beperan sebagai medan phenomenal. Belum tentu ia dapat berkembang
dengan sebagaimana mestinya.
Untuk mengatasi tekanan yang
dirasakan, Rogers berpendapat terdapat cara untuk mengatasinya, yaitu melalui
Pertahanan. Ketika individu berada dalam incongruity maka pada
saat itu individu berada dalam situasi terancam. Menjelang situasi yang
mengancam itu individu akan merasa cemas. Salah satu cara menghindarinya adalah
dengan melarikan diri dalam bentuk psikologis dengan menggunakan
pertahanan-pertahanan. Dua macam cara pertahanan adalah pengingkaran dan
distorsi perseptual.
Pengingkaran adalah individu
memblokir situasi yang mengancam melaluimenyingkirkan kenangan buruk atau
rangsangan yang memancing kenangan itu munculdari kesadaran (menolak untuk
mengingatnya). Distorsi perseptual adalah penafsiran kembali sebuah situasi
sedemikian rupasehingga tidak lagi dirasakan terlalu mengancam. Ketika
pertahanan yang dilakukan seseorang runtuh dan merasa dirinya hancur
berkeping-keping disebut sebagai psikosis. Akibatnya perilaku individu menjadi
tidak konsisten, kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak nyambung, emosinya
tidak tertata, tidak mampu membedakan antara diri dan bukan diri serta menjadi
individu yang tidak punya arah dan pasif.
c.
Ciri –
Ciri Orang yang Berfungsi Sepenuhnya
- Keterbukaan pada Pengalaman
Keterbukaan pada pengalaman adalah
lawan dari sikap defensif. Setiap pendirian dan perasaan yang berasal dari
dalam dan dari luar disampaikan ke system saraf organisme tanpa distorsi atau
rintangan.
Orang yang demikian mengetahui
segala sesuatu tentang kodratnya; tidak ada segi kepribadian tertutup.
Kepribadian adalah fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman
yang diberikan oleh kehidupan, tetapi juga dapat menggunakannya dalam membuka
kesempatan-kesempatan persepsidan ungkapan baru. Sebaliknya, kepribadian orang
yang defensif, yang beroperasi menurut syarat-syarat penghargaan adalah statis,
bersembunyi di belakang peranan-peranan, tidak dapat menerima atau bahkan
mengetahui pengalaman-pengalaman tertentu.
Orang yang berfungsi sepenuhnya
dapat dikatakan lebih “emosional” dalam pengertian bahwa dia mengalami banyak
emosi yang bersifat positif dan negatif (misalnya, baik kegembiraan maupun
kesusahan) dan mengalami emosi-emosi itu lebih kuat daripada orang yang
defensif.
- Kehidupan Eksistensial
Orang yang berfungsi sepenuhnya,
hidup sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan, karena orang yang sehat terbuka
kepada semua pengalaman, maka diri atau kepribadian terus-menerus dipengaruhi
atau disegarkan oleh tiap pengalaman, akan tetapi orang yang defensif harus
mengubah suatu pengalaman baru untuk membuatnya harmonis dengan diri; dia
memiliki suatu struktur diri yang berprasangka dimana semua pengalaman harus cocok
dengannya.
Rogers percaya bahwa kualitas
dari kehidupan eksistensial ini merupakan segi yang sangat esensial dari
kepribadian yang sehat. Kepribadian terbuka kepada segala sesuatu yang terjadi
pada momen itu dan dia menemukan dalam setiap pengalaman suatu struktur yang
dapat berubah dengan mudah sebagai respons atas pengalaman momen yang
berikutnya.
- Kepercayaan Terhadap Organisme Orang Sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik
dipahami dengan menunjuk kepada pengalaman Rogers sendiri. Dia
menulis “apabila suatu aktivitas terasa seakan-akan berharga atau perlu
dilakukan, maka aktivitas itu perlu dilakukan. Dengan kata lain saya telah
belajar bahwa seluruh perasaan organismik saya terhadap suatu situasi lebih
dapat dipercaya daripada pikiran saya?”.
Dengan kata lain, bertingkah laku
menurut apa yang dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat dapat diandalkan
dalam memutuskan suatu tindakan, lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor
rasional atau intelektual.
Karena seluruh kepribadian mengambil
bagian dalam proses membuat keputusan, maka orang-orang yang sehat percaya akan
keputusan mereka, seperti mereka percaya akan diri mereka sendiri. Sebaliknya
orang-orang yang defensif membuat keputusan-keputusan menurut larangan-larangan
yang membimbing tingkah lakunya.
- Perasaan Bebas
Rogers percaya bahwa semakin
seseorang sehat secara psikologis, semakin juga ia mengalami kebebasan untuk
memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa adanya
paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan
tindakan, dan juga memiliki perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan
dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya, tidak diatur oleh tingkah
laku, keadaan, atau peristiwa-peristiwa masa lampau, karena merasa bebas dan
berkuasa maka orang yang sehat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupan
dan merasa mampu melakukan apa saja yang mungkin ingin dilakukannya.
Orang yang defensif tidak memiliki
perasaan-perasaan bebas. Orang ini dapat memutuskan untuk bertingkah laku
dengan cara tertentu, namun tidak dapat mewujudkan pilihan bebas itu ke dalam
tingkah laku yang aktual.
- Kreativitas
Semua orang yang berfungsi
sepenuhnya sangat kreatif. Orang yang kreatif kerpakali benar-benar
menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari situasi khusus apabila
konformitas yang demikian itu akan membantu memuaskan kebutuhan merka dan
memungkinkan mereka mengmbangkan diri mereka sampai ke tingkat paling penuh.
Orang yang defensif, yang kurang merasa
bebas, yang tertutup terhadap banyak pengalaman, dan yang hidup dalam
garis-garis pedoman yang telah dikodratkan adalah tidak kreatif dan tidak
spontan.
Rogers percaya bahwa
orang-orang yang berfungsi sepenuhnya lebih mampu menyesuaikan diri dan bertahan
terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi lingkungan.
Mereka memiliki kreativitas dan spontanitas untuk menanggulangi
perubahan-perubahan traumatis seklipun seperti dalam pertempuran atau
bencana-bencana alamiah.
4. Pendapat Abraham Maslow
a.
Hirarki
Kebutuhan Manusia
Maslow telah membentuk sebuah
hirarki dari lima tingkat kebutuhan dasar. Di luar kebutuhan tersebut,
kebutuhan tingkat yang lebih tinggi ada. Ini termasuk kebutuhan untuk memahami,
apresiasi estetik dan spiritual kebutuhan murni. Dalam tingkat dari lima
kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah
puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan sebagainya.
b.
Kepribadian
Sehat Menurut Maslow
Abraham Maslow mengatakan bahwa
kepribadian yang sehat adalah Individu yang dapat mengaktualisasikan dirinya.
Individu yang sehat adalah individu yang dapat mengaktualisasikan diri dengan
baik dan imbang, yang artinya mengaktualisasikan diri secara optimal. Mereka
dapat kebutuhan untuk memenuhi potensi-potensi yang mereka miliki dan
mengetahui dan memahami dunia sekitar mereka. Syarat untuk dapat
mengaktualisasikan diri sepenuhnya adalah memenuhi hierarki kebutuhan yang
diatas.
c.
Meta Needs
Meta needs (meta kebutuhan) merupakan keadaan-keadaan pertumbuhan
kearah mana pengaktualisasi-pengaktualisasi-diri bergerak. Maslow juga menyebut
kebutuhan tersebut B-values, dan B-values adalah tujuan dalam dirinya sendiri
dan bukan alat untuk mencapai tujuan lain, keadaan-keadaan ada dan bukan
berjuang kearah objek tujuan yang sifatnya khusus. Apabila keadaan-keadaan ini
ada sebagai kebutuhan-kebutuhan dan untuk memuaskan atau mencapai keadaan
tersebut gagal, maka akan menyakitkan, sama seperti kegagalan untuk memuaskan
beberapa kebutuhan yang lebih rendah.
d.
Deficiency
Needs
Sedangkan Deficiency
needs, suatu kekurangan kebutuhan dimana individu tak dapat memenuhi
kebutuhannya, kebutuhan yang timbul karena kekurangan. Untuk memenuhi kebutuhan
ini diperlukan bantuan orang lain. Deficiency need ini
meliputi: kebutuhan jasmaniah, keamanan, memiliki dan mencintai serta harga
diri. Dan sifat-sifat dari deficiency needs adalah ketiadaannya menimbulkan
penyakit, keberadaannya mencegah timbulnya penyakit, pemulihannya menyembuhkan
penyakit, dalam situasi tertentu yang sangat kompleks dan di mana orang bebas
memilih, orang yang kekurangan kebutuhan akan mengutamakan pemuasan
kebutuhan ini dibandingkan jenis kepuasan yang lain. Serta kebutuhan ini tidak
aktif, lemah, atau secara fungsional tidak terdapat pada orang yang sehat.
e.
Ciri-ciri
Actualized People
- Mempunyai persepsi akan kenyataan yang lebih efisien
- Menerima dirinya sendiri, orang lain dan alam.
- Memiliki spontanitas, kesederhanaan dan kealamian
- Dalam kehidupannya mereka melakukan pendekatan yang berfokus pada masalah.
- Mempunyai kebutuhan akan privasi.
- Memiliki kemandirian.
- Melakukan penghargaan dengan cara yang selalu baru.
- Mengalami pengalaman-pegalaman puncak.
- Memiliki keterikatan sosial.
- Memiliki hubungan interpersonal yang kuat.
- Memiliki sikap yang demokratis
- Mempunyai kemampuan untuk membedakan antara cara dan tujuan.
- Memiliki rasa humor yang filosofis.
- Mempunyai kreativitas
- Tidak memilik enkulturasi yang diharuskan oleh kultur.
5. Pendapat Erich Fromm
a. Pengertian
Dasar Teori Fromm
Dasar teori Fromm hampir sama dengan Freud, Ia setuju dengan Freud yang
menekankan pentingnya motivasi, tetapi ia tidak sependapat bahwa motivasi itu
pertama-tama bersifat instingtif. Fromm berpendapat bahwa selain manusia
terdorong untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan organic, manusia juga terdorong
menjadi masyhur dan berkuasa, untuk cinta dan untuk merealisasikan cita-cita
religius dan humanistik.Secara singkat, teori kepribadian yang digagas Fromm sebagai berikut:
Kebebasan manusia yang semakin luas, menempatkan manusia merasa semakin kesepian, dengan kata lain kebebasan menjadikan keadaan yang negatif di mana manusia-manusia melarikan diri. Manusia selalu berusaha memecahkan kontradiksi-kontradiksi yang ada padanya. Maksudnya bahwa seorang pribadi merupakan bagian sekaligus terpisah dari alam; merupakan binatang, dan sekaligus manusia.
Aspek individu, yakni aspek binatang dan aspek manusia merupakan kondisi-kondisi dasar eksistensi manusia, yang berasumsi bahwa, “pemahaman tentang psikhe manusia harus berdasarkan manusia tentang kebutuhan manusa yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensinya.
Kepribadian orang akan berkembang menurut kesempatan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat tertentu.Sebagai manusia tidak lepas dari pasangan tipe karakter nekrofilus danbiofilus. Nekrofilus adalah orang yang tertarik pada kematian, sedangkanbiofilus adalah orang yang mencintai kehidupan.
Sekarang ini lima tipe masyarakat sudah sdemikian menggenjala, berbeda dengan masa-masa sebelumnya, seperti reseptif, eksploitatif, penimbunan, pemasaran, dan produktif.
b. Kepribadian
yang Sehat Menurut Fromm
Fromm memberikan suatu gambaran jelas tentang kepribadian yang sehat. Orang
yang demikian mencintai seutuhnya, kreatif, memiliki kemampuan-kemampuan
pikiran yang sangat berkembang, mengamati dunia dan diri secara obejektif,
memiliki suatu perasaan identitas yang kuat, berhubungan dengan dan berakar di
dunia, subjek atau pelaku dari diri dan takdir, dan bebas dari ikatan-ikatan
sumbang.Fromm menyebutkan kepribadian yang sehat: orientasi produktif , yakni suatu konsep yang serupa dengan kepribadian yang matang dari Allport, dan orang yang mengaktualisasikan diri dari Maslow. Konsep itu menggambarkan penggunaan yang sangat penuh atau realisasi dari potensi manusia. Dengan menggunakan kata “orientasi” , Fromm menunjukan kata itu merupakan suatu sikap umum atau segi pandangan yang meliputi semua segi kehidupan, respons-respons intelektual, emosional, dan sensoris terhadap orang-orang, benda-benda, dan peristiwa-peristiwa di dunia dan juga terhadap diri sendiri.
c. Ciri-ciri
Kepribadian Sehat
Menurut Fromm, orang yang berkepribadian sehat memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:- Mampu mengembangkan hidupnya sebagai makhluk sosial di dalam masyarakat.
- Mampu mencintai dan dicintai.
- Mampu mempercayai dan dipercayai tanpa memanipulasi kepercayaan itu,
- Mampu hidup bersolidaritas dengan orang lain tanpa syarat.
- Mampu menjaga jarak antar dirinya dengan masyarakat tanpa merusaknya.
- Memiliki watak sosial yang produktif.
sumber :
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: KANISUS
Samsyu Yusuf dan Juntika Nurihsan. (2007). Teori Kepribadian. Bandung: Rosda
Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/26404/Materi+09+-+TeoriKepribadianCarlRogers.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar